Perjalanan Hanum dan Rangga berlanjut dari Wina ke Amerika, dengan tujuan sebenarnya adalah untuk tugas. Hanum ditugaskan oleh Gertrud Robinson, bosnya di harian Heute ist Wunderbar untuk menulis artikel dengan tema “Would the world be better without Islam?” (Akankah dunia lebih baik tanpa Islam?). Sebuah topik yang sebenarnya sangat mengusik keyakinannya. Pada awalnya ia menolak tawaran Gertrud. Namun ia tidak bisa membiarkan artikel untuk topik tersebut digarap oleh Jacob, teman sesama wartawannya. Karena Jacob jelas akan menjawab ‘Ya’ dan mencari segala informasi dan data untuk ‘mengiyakan’ jawaban artikelnya. Akhirnya ia menerima tawaran Gertrud untuk menulis artikel tersebut. Karena dengan begitu, artikel tersebut memiliki kesempatan untuk menjawab ‘tidak’. Artikel tersebut juga terkait dengan peringatan delapan tahun peristiwa 11 September. Sebuah tragedi kemanusiaan.
Secara kebetulan di waktu yang sama Rangga diberi kesempatan oleh Profesor Reinhard untuk menghadiri Konferensi di Wasington DC, sekaligus memburu Phillipus Brown demi memintanya mengisi kelas Etika Bisnis di Kampusnya. Dengan segala kebetulan tersebut, Rangga pun dengan cermat merencanakan perjalanan enam harinya bersama Hanum, agar mereka bisa menyelipkan agenda jalan-jalan mereka. Namun Tuhan berkehendak lain. Semua agenda yang telah ia rencanakan gagal. Bahkan mereka harus berpisah untuk melaksanakan tugas mereka masing-masing. Tidak seperti yang direncakan. Namun pecahan-pecahan peristiwa 11 September 2001 yang belum tuntas, justru terangkai jelas ketika mereka bertemu. Bisa jadi perpisahan mereka adalah untuk mengumpulkan puzle-puzle tragedi 11 September yang belum terangkai jelas, sehingga akan jelas ketika mereka bertemu nanti.
Hanum dan Rangga secara gamblang, menggambarkan bagaimana Muslim di belahan dunia lain berusaha mempertahankan eksistensinya. Dengan permasalahan berbeda, bahkan lebih kompleks, mereka mampu bertahan di tengah mayoritas yang menghujat mereka. Jauh dari Muslim Indonesia yang notabene menduduki mayoritas. Sehingga secara tidak langsung Hanum dan Rangga berusaha mengajak para muslim Indonesia untuk menjadi agen muslim yang rahmatan lil alamin, dengan pemahaman-pemahaman yang berusaha mereka bagikan melalui buku ini. Buku ini sangat dianjurkan bagi mereka yang sedang mencari motivasi spiritual. Meski setiap orang memiliki keyakinan yang berbeda, namun tujuan spiritual mereka sama. Kedamaian. Gaya bahasa yang digunakan pun tidak sulit dimengerti, karena dikemas dengan bahasa novel pada umumnya. Bahkan cenderung menggunakan gaya bahasa novel roman.
Bulan Terbelah di Langt Amerika ini agak mirip dengan novel-novel yang ditulis oleh Dan Brown. Tempat, fakta sejarah, dan peristiwa yang dicantumkan tidak jauh dari faktanya. Keduanya juga menggunakan pendekatan sejarah dalam sebagian besar ceritanya. Karena Bulan Terbelah di Langit Amerika ini juga tidak lepas dari rujukannya terhadap mukjizat yang dimiliki Nabi Muhammad. Perpaduan antara fakta sejarah dan ilmiah, drama, perjalanan Hanum dan Rangga, fiksi yang dikemas dalam tragedi 11 September menjadi daya tarik bagi buku ini. Meskipun tidak serta merta buku ini bisa diterima oleh pembaca yang memiliki keyakinan berbeda. Karena perspektif yang digunakan sangat Islami, mengingat penulis (Hanum-Rangga) juga merupakan seorang muslim. Namun bagi mereka yang mau berpikir terbuka, buku ini mampu menambah ruang kebijaksanaannya dalam memahami sesuatu.