“Cinta itu fitrah, tapi dengan tipu daya setan, ia bisa jadi musibah.”
Jengah dengan pertanyaan, “Kapan nikah?”, Zee membulatkan tekad ikut taaruf dengan bantuan guru mengajinya. Tujuannya jelas: ingin menemukan calon suami dan membawanya bertemu orangtua di kota kelahiran. Seolah urusan ini belum cukup membuat pusing, Zee harus menerima kenyataan bahwa Satya, pemuda yang mengingatkannya pada kejadian memalukan bertahun silam, adalah penghuni baru sebelah kamar kosnya. Secerdik apa pun Zee menghindar, pertemuan dengan Satya tak terelakkan. Keduanya seolah terikat tali takdir tak kasatmata.
Situasi bertambah runyam saat biodata taaruf Zee tertukar, jatuh ke tangan Satya. Pemuda yang ternyata juga tengah menjalani proses taaruf itu malah mengajukan tawaran mengejutkan pada Zee. Rencana “mencapai kebahagiaan bersama” itu tampak sempurna, tapi cinta dan kepercayaan yang belum mekar sepenuhnya membuat keduanya terpuruk saat cobaan besar melanda.
Lantas, jalan mana yang mereka pilih? Mencoba saling melupakan dan memulai hidup baru dengan pasangan baru, atau menggenggam harapan meresmikan cinta satu?